Minggu, 21 November 2010

Pengubah Huruf latin Menjadi Braille



MLM for The Blind dirancang bagi penyandang tunanetra oleh para penelitu Universitas Bina Nusantara, Jakarta. Alatnya ringan dijinjing dengan kemapmpuan mengubah hruf latin menjadi huruf braille denagn keistimewaan sumber referensinya biasa ribuan dari e-book.MLM singkatan dari my learning module. MLM for The Blind adalah mesin atau alat baca bagi para penyandang kebutuhan khusus mata kurang awas.

Mesin berbobot tidak lebih dari 3 kilogram itu adalah hasil pengembangan teknologi informatika sebelumnya. Pada tahun 2004 telah diciptakan peranti lunak komputer untuk percetakan dengan huruf Braille. Mesin pencetak Braille tergolong langka dipasarn. Waktu itu teknologinya tidak dilengkapi dengan software(peranti lunak) yang mudah diaplikasikan. Percetakan teks Braille memakan tempat. dari satu haalaman artikel dengan huruf Latin jika disulih dengan huruf Braulle akan memakan kertas dengan ukuran yang sama minimal tiga halaman.

Kertas untuk teks Braille jiga harus relatif lebih tebal. Ini supaya bolong-bolong kertasnya (sesuai karakter braille) mudah diraba ketika dibaca serta lebih awet. Teks Braille memang menjadikan boros kertas. Pemikran ini mendasari pengembangan MLM for The Blind. Pada tahun 2008 mulailah dikembangkan rekayasa MLM for The Blind dan diselesiakan tahun 2009. Pada tahun yang sama pula, MLM for the Blindsempat dikutkan ke dalam kompetinsi Indonesia Inforamtion and Communication Technology Award dan menjadi juara ketiga.
Berikutnya pada tahun yang sama dikutkan pada kompetisi yang berskala tinggi yatu Asia Pasific Information and Communication Technology Aliance Award dan mampu menyabet juara kedua.

Membandingkan antara teks braille pada kertas dan huruf braille pada MLM for The Blind jelas berbeda. Pada MLm for The Blind jauh lebih kentara. Titik-titk simpul membentuk huruf Braille pada MLM for The blind menyembul pada panelnya. Sembulan titik-titiknya kuat menonjol sehingga mudah teraba. panel khusus itu disebut braille display yang tersusun dari sel-sel braille dan idealnya berisi 40 sel braille dalam satu deret. Namun, dengan 20 sel braille juga sudah mencukupi.

MLM for The Blind menggunakan sumber listrik baterai 6 kali 1,5 Volt. Tenaga listrik ini untuk menjalankan controller saat membaca daat e-book (buku virtual atau buku digital). Data e-book disimpan ke dalam kartu memori tipe MMC atau SD dengan daya tampung maksimal 2 gigabit. Controller menjadi komputer mikro bagi MLM for The Blind. Controller memiliki chip yang mampu menyimpan mekanisme  kerja komputer mini. Sebelum chip itu ditanam, dimasukkan terlebih duku peranti lunak penyulih huruf latin menjadi huruf braille dengan salah satu  bahasa pemrograman komputer, yaitu Bahasa C. Bahasa C merupakan bahasa pemrograman paling populer saat ini. Dengan bahasa komputer ini disusun sistem perintah penggunaan huruf Latin menjadi huruf Braille.

sumber : kompas dengan perubahan










Sabtu, 20 November 2010


Dik : Persamaan : x2 + y2 = 100

Dit : Gambarlah sebuah lingkaran dengan menggunakan algoritma MidPoint

Jawab :

Bentuk Umum Persamaan Lingkaran :

(x-x0)2 + ( y-y0)2 = r2

Jadi Persamaan diatas dapat ditulis sebagai berikut :
(x-x0)2 + (y-y0)2 = 100

x0 =0 y0 = 0 dan r = 10

Kordinat titik awal (x,r) = (0,10)

Po =Pk = 1 - r = 1 - 10 = -9

*K = 0
x = x + 1 = 0 + 1 = 1
y = 10 ( tetap karena Pk < 0)
Rumus Untuk Pk < 0
Pk = Pk + 2x +1
= -9 + 2(1) + 1
= -6

* K = 1
x = x + 1 = 1 + 1 = 2
y = 10 (tetap karena Pk < 0)
Rumus dan Perhitungan Untuk Pk < 0
Pk = Pk + 2x + 1
= -6 + 2(2) + 1
= -1

* K = 2
x = x + 1 = 2 + 1 = 3
y = 10 (tetap karena Pk < 0)
Rumus dan Perhitungan Untuk Pk < 0
Pk = Pk + 2x + 1
= -1 + 2(3) + 1
= 6

* K = 3
x = x + 1 = 3 + 1 = 4
y = y - 1 = 10 - 1 = 9 (berubah karena Pk >= 0)
Rumus dan Perhitungan Untuk Pk >= 0
Pk = Pk + 2x + 1 - 2y
= 6 + 2(4) + 1 - 2(9) + 1
= 6 + 9 - 18
= -3

* K = 4
x = x + 1 = 4 + 1 = 5
y = 9 (tetap karena Pk < 0)
Rumus dan Perhitungan Untuk Pk < 0
Pk = Pk + 2x + 1
= -3 + 2(5) + 1
= 8

* K = 5
x = x + 1 = 5 + 1 = 6
y = y - 1 = 9 - 1 = 8 (berubah karena Pk >= 0)
Rumus dan Perhitungan Untuk Pk >= 0
Pk = Pk + 2x + 1 - 2y
= 8 + 2(6) + 1 - 2(8)
= 8 + 13 - 16
= 5

* K = 6
x = x + 1 = 6 + 1
y = 8 - 1 = 7 (berubah karena Pk >= 0)
Rumus dan Perhitungan Untuk Pk >= 0
Pk = Pk + 2x + 1 - 2y
= 5 + 2(7) + 1 - 2(7)
= 5 + 15 - 14
= 6
Berhenti karena x>= y





Senin, 15 November 2010

Manfaat Yoga


Istilah yoga kini semakjn jamak terdengar. Apalgi yoga kini bisa ditemui di berbagai pusat kebugaran. Latihan yoga disenangi oleh bergbagai usia dari anak kecil sampai orang tua, karena diyakini banyak manfaatnya.
Seni meditasi ini berasal dari India sejak 3.000 tahun yang lalu. Yoga berasal dari bahasa sanserkerta "Yuj" yang artinya penyatuan. Menurut para ahli yoga, penyatuanyang dimaksud adalah penyatuantubuh dengan pikiran dan pikiran dengan jiwa untuk mencapai kebahagiaan, keseimbangan hidup serta mendekatkan diri dengan Tuhan dan alam sekitar.

Yoga memilki banyak jenis aliran, seperti haltha yoga, bikram yoga, yantra yoga, dan masih banyak lagi. Aliran dasar dan populer adalah hatha yoga, yatu penyatuan dengan pernafasan  dan olah tubuh. Banyak pengembangan yoga, misalnya bikram yoga yaitu yoga didalam suhu ruangan yang panas 42 derjat celsius sekaligus untuk detosifikasi, pre natal yoga untuk ibu hamil, sun yoga untuk anak-anak. Pada dasarnya, semua aliran yoga memberi manfaat bagi kesehatan.

Terdapat penelitian terrkini ilmuwan dari Duke University, durham, North Carolina, maerika serikat yang menyebutkan yoga bermanfaat meningkatkan kondisi kesehatan para penderita kanker payudara. Disamping itu, latihan yoga juga bermanfaat membantu menungkatkan konisi fisik yang lemah menjadi segar, bahkan yoga mampu meningkatkan daya tahan tubuh, menghilangkan rasa sakit, gangguan tidur dan berbagai gejala stres.

yang jelas, yoga dapat membantu memberikan keluwesan dan fleksibilitas yang baik untuk tubuh. Manfaat ini langsung tersa, karena di awal latiahan, biasanya ada gerkan backbend yang menyentuh ibu jari kaki. Pada awal mungkin akan sulit, namun jika terus dilatih tubuh secara perlahan lebih fleksibel dan akhirnya bisa menyentuh jempol kaki.


Sumber : kompas dengan perubahan

Minggu, 07 November 2010

TUGAS 2"MAKALAH BAHASA TULIS DAN LISAN"

BAB I
PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang
Bahasa indonesia perlu dipelajari oleh semua lapisan masyarakat. Tidak hanya pelajar dan mahasiswa saja, tetapi semua warga Indonesia wajib mempelajari bahasa Indonesia. Dalam bahasan bahasa Indonesia itu ada yang disebut ragam bahasa. Dimana ragam bahasa merupakan variasi bahasa yang pemakaiannya berbeda-beda. Ada ragam bahasa lisan dan ada ragam bahasa tulisan. Disini yang lebih lebih ditekankan adalah ragam bahasa lisan , karena lebih banyak digunakan dalam kehidupan sehari-hari. Misalkan ngobrol, puisi, pidato,ceramah,dll.
Pidato sering digunakan dalam acara-acara resmi. Misalkan saja pidato pesiden, pidato dari ketua OSIS, ataupun pidato dari pembina upacara. Sistematika dalam pidato pun hendaklah dipahami betul-betul. Agar pidato yang disampaikan sesuai dengan kaidah yang benar. Pidato sama halnya denan cermah. Hanya saja ceramah lebih membahas tentang keagamaan.kalau pidato lebih umum dan bisa digunakan dalam banyak acara.

1.2. Tujuan
  1. Memahami macam-macam ragam bahasa indonesia.
  2. Bisa membedakan mana yang termasuk ragam bahasa lisan dan mana yang termasuk ragam bahasa tulisan.
  3. Dapat menganalisis ragam bahasa, baik lisan maupun tulisan.
  4. Dapat menyebutkan contoh ragam bahasa lisan dan tulisan.

1.3. Rumusan masalah
1.Apa saja yang termasuk ke dalam ragam bahasa lisan dan ragam bahasa tulisan?
2. Bagaimana penggunaan ragam bahasa lisan dalam kehidupan sehari hari?

BAB II
PEMBAHASAN

2.1.         Ragam Dan Laras Bahasa
2.1.1. Pengertian Ragam dan Laras Bahasa
Ragam Bahasa adalah variasi bahasa menurut pemakaian, yang berbeda-beda menurut topik yang dibicarakan, menurut hubungan pembicara, kawan bicara, orang yang dibicarakan, serta menurut medium pembicara (Bachman, 1990). Ragam bahasa yang oleh penuturnya dianggap sebagai ragam yang baik (mempunyai prestise tinggi), yang biasa digunakan di kalangan terdidik, di dalam karya ilmiah (karangan teknis, perundang-undangan), di dalam suasana resmi, atau di dalam surat menyurat resmi (seperti surat dinas) disebut ragam bahasa baku atau ragam bahasa resmi. Laras bahasa adalah ragam bahasa yang digunakan untuk suatu tujuan atau pada konteks sosial tertentu. Banyak sekali laras bahasa yang dapat diidentifikasi tanpa batasan yang jelas di antara mereka. Definisi dan kategorisasi laras bahasa pun berbeda antara para ahli linguistik. Salah satu model pembagian laras bahasa yang paling terkemuka diajukan oleh Joos (1961) yang membagi lima laras bahasa menurut derajat keformalannya, yaitu (1) beku (frozen), (2) resmi (formal), (3) konsultatif (consultative), (4) santai (casual), dan (5) akrab (intimate).

2.1.2. Ragam Bahasa
Di dalam bahasa Indonesia disamping dikenal kosa kata baku Indonesia dikenal pula kosa kata bahasa Indonesia ragam baku, yang alih-alih disebut sebagai kosa kata baku bahasa Indonesia baku. Kosa kata baasa Indonesia ragam baku atau kosa kata bahasa Indonesia baku adalah kosa kata baku bahasa Indonesia, yang memiliki ciri kaidah bahasa Indonesia ragam baku, yang dijadikan tolak ukur yang ditetapkan berdasarkan kesepakatan penutur bahasa Indonesia, bukan otoritas lembaga atau instansi di dalam menggunakan bahasa Indonesia ragam baku. Jadi, kosa kata itu digunakan di dalam ragam baku bukan ragam santai atau ragam akrab. Walaupun demikian, tidak tertutup kemungkinan digunakannya kosa kata ragam baku di dalam pemakian ragam-ragam yang lain asal tidak mengganggu makna dan rasa bahasa ragam yang bersangkutan.
Suatu ragam bahasa, terutama ragam bahasa jurnalistik dan hukum, tidak tertutup kemungkinan untuk menggunakan bentuk kosakata ragam bahasa baku agar dapat menjadi anutan bagi masyarakat pengguna bahasa Indonesia. Dalam pada itu perlu yang perlu diperhatikan ialah kaidah tentang norma yang berlaku yang berkaitan dengan latar belakang pembicaraan (situasi pembicaraan), pelaku bicara, dan topik pembicaraan (Fishman ed., 1968; Spradley, 1980).
Menurut Felicia (2001 : 8), ragam bahasa dibagi berdasarkan :
            Media pengantarnya atau sarananya, yang terdiri atas :
a. Ragam lisan
b. Ragam tulis
Ragam lisan adalah bahasa yang diujarkan oleh pemakai bahasa. Kita dapat menemukan ragam lisan yang standar, misalnya pada saat orang berpidato atau memberi sambutan, dalam situasi perkuliahan, ceramah; dan ragam lisan yang nonstandar, misalnya dalam percakapan antarteman, di pasar, atau dalam kesempatan nonformal lainnya.
Ragam tulis adalah bahasa yang ditulis atau yang tercetak. Ragam tulis pun dapat berupa ragam tulis yang standar maupun nonstandar. Ragam tulis yang standar kita temukan dalam buku-buku pelajaran, teks, majalah, surat kabar, poster, iklan. Kita juga dapat menemukan ragam tulis nonstandar dalam majalah remaja, iklan, atau poster.
Jadi dalam ragam bahasa lisan, kita berurusan dengan lafal, dalam ragam bahasa tulis, kita berurusan dengan tata cara penulisan (ejaan). Selain itu aspek tata bahasa dan kosa kata dalam kedua jenis ragam itu memiliki hubungan yang erat. Ragam bahasa tulis yang unsur dasarnya huruf, melambangkan ragam bahasa lisan. Oleh karena itu, sering timbul kesan bahwa ragam bahasa lisan dan tulis itu sama. Padahal, kedua jenis ragam bahasa itu berkembang menjdi sistem bahasa yang memiliki seperangkat kaidah yang tidak identik benar, meskipun ada pula kesamaannya. Meskipun ada keberimpitan aspek tata bahasa dan kosa kata, masing-masing memiliki seperangkat kaidah yang berbeda satu dari yang lain. 

2.1.3.  Ragam Bahasa Berdasarkan situasi dan pemakaian
Ragam bahasa baku dapat berupa : (1) ragam bahasa baku tulis dan (2) ragam bahasa baku lisan. Dalam penggunaan ragam bahasa baku tulis makna kalimat yang diungkapkannya tidak ditunjang oleh situasi pemakaian, sedangkan ragam bahasa baku lisan makna kalimat yang diungkapkannya ditunjang oleh situasi pemakaian sehingga kemungkinan besar terjadi pelesapan unsur kalimat. Oleh karena itu, dalam penggunaan ragam bahasa baku tulis diperlukan kecermatan dan ketepatan di dalam pemilihan kata, penerapan kaidah ejaan, struktur bentuk kata dan struktur kalimat, serta kelengkapan unsur-unsur bahasa di dalam struktur kalimat.

Ragam bahasa baku lisan didukung oleh situasi pemakaian sehingga kemungkinan besar terjadi pelesapan kalimat. Namun, hal itu tidak mengurangi ciri kebakuannya. Walaupun demikian, ketepatan dalam pilihan kata dan bentuk kata serta kelengkapan unsur-unsur di dalam kelengkapan unsur-unsur di dalam struktur kalimat tidak menjadi ciri kebakuan dalam ragam baku lisan karena situasi dan kondisi pembicaraan menjadi pendukung di dalam memahami makna gagasan yang disampaikan secara lisan.
Pembicaraan lisan dalam situasi formal berbeda tuntutan kaidah kebakuannya dengan pembicaraan lisan dalam situasi tidak formal atau santai. Jika ragam bahasa lisan dituliskan, ragam bahasa itu tidak dapat disebut sebagai ragam tulis, tetapi tetap disebut sebagai ragam lisan, hanya saja diwujudkan dalam bentuk tulis. Oleh karena itu, bahasa yang dilihat dari ciri-cirinya tidak menunjukkan ciri-ciri ragam tulis, walaupun direalisasikan dalam bentuk tulis, ragam bahasa serupa itu tidak dapat dikatakan sebagai ragam tulis. Kedua ragam itu masing-masing, ragam tulis dan ragam lisan memiliki ciri kebakuan yang berbeda.

Contoh perbedaan ragam bahasa lisan dan ragam bahasa tulis (berdasarkan
tata bahasa dan kosa kata) :
1. Tata Bahasa
(Bentuk kata, Tata Bahasa, Struktur Kalimat, Kosa Kata)
a. Ragam bahasa lisan :
- Nia sedang baca surat kabar
- Ari mau nulis surat
- Tapi kau tak boleh nolak lamaran itu.
- Mereka tinggal di Menteng.
- Jalan layang itu untuk mengatasi kemacetan lalu lintas.
- Saya akan tanyakan soal itu
a. Ragam bahasa tulis :
- Nia sedangmembaca surat kabar
- Ari mau menulis surat
- Namun, engkau tidak boleh menolak lamaran itu.
- Mereka bertempat tinggal di Menteng
- Jalan layang itu dibangun untuk mengatasi kemacetan lalu lintas
- Akan saya tanyakan soal itu.
2. Kosa kata
Contoh ragam lisan dan tulis berdasarkan kosa kata :
a. Ragam Lisan
- Ariani bilang kalau kita harus belajar
- Kita harus bikin karya tulis
- Rasanya masih terlalu pagi buat saya, Pak

b. Ragam Tulis
- Ariani mengatakan bahwa kita harus belajar
- Kita harus membuat karya tulis.
- Rasanya masih terlalu muda bagi saya, Pak.

Istilah lain yang digunakan selain ragam bahasa baku adalah ragam bahasa standar,
semi standar dan nonstandar.
a. ragam standar,
b. ragam nonstandar,
c. ragam semi standar.
Bahasa ragam standar memiliki sifat kemantapan berupa kaidah dan aturan tetap. Akan tetapi, kemantapan itu tidak bersifat kaku. Ragam standar tetap luwes sehingga memungkinkan perubahan di bidang kosakata, peristilahan, serta mengizinkan perkembangan berbagai jenis laras yang diperlukan dalam kehidupan modem (Alwi, 1998: 14).
Pembedaan antara ragam standar, nonstandar, dan semi standar dilakukan berdasarkan :
a. topik yang sedang dibahas
b. hubungan antarpembicara
c. medium yang digunakan
d. lingkungan, atau
e. situasi saat pembicaraan terjadi

Ciri yang membedakan antara ragam standar, semi standar dan nonstandar :
penggunaan kata sapaan dan kata ganti,
penggunaan kata tertentu,
  penggunaan imbuhan,
penggunaan kata sambung (konjungsi), dan
penggunaan fungsi yang lengkap.
Penggunaan kata sapaan dan kata ganti merupakan ciri pembeda ragam standar dan ragam nonstandar yang sangat menonjol. Kepada orang yang kita hormati, kita akan cenderung menyapa dengan menggunakan kata Bapak, Ibu, Saudara, Anda. Jika kita menyebut diri kita, dalam ragam standar kita akan menggunakan kata saya atau aku. Dalam ragam nonstandar, kita akan menggunakan kata gue.
Penggunaan kata tertentu merupakan ciri lain yang sangat menandai perbedaan ragam standar dan ragam nonstandar. Dalam ragam standar, digunakan kata-kata yang merupakan bentuk baku atau istilah dan bidang ilmu tertentu. Penggunaan imbuhan adalah ciri lain. Dalam ragam standar kita harus menggunakan imbuhan secara jelas dan teliti.

Penggunaan kata sambung (konjungsi) dan kata depan (preposisi) merupakan ciri pembeda lain. Dalam ragam nonstandar, sering kali kata sambung dan kata depan dihilangkan. Kadang kala, kenyataan ini mengganggu kejelasan kalimat.
Contoh :           (1) Ibu mengatakan, kita akan pergi besok
(1a) Ibu mengatakan bahwa kita akan pergi besok
Pada contoh (1) merupakan ragam semi standar dan diperbaiki contoh (1a) yang merupakan ragam standar.

Contoh :           (2) Mereka bekerja keras menyelesaikan pekerjaan itu.
(2a) Mereka bekerja keras untuk menyelesaikan pekerjaan itu.

Kalimat (1) kehilangan kata sambung (bahwa), sedangkan kalimat (2) kehilangan kata depan (untuk). Dalam laras jurnalistik kedua kata ini sering dihilangkan. Hal ini menunjukkan bahwa laras jurnalistik termasuk ragam semi standar.
Kelengkapan fungsi merupakan ciri terakhir yang membedakan ragam standar dan nonstandar. Artinya, ada bagian dalam kalimat yang dihilangkan karena situasi sudah dianggap cukup mendukung pengertian. Dalam kalimat-kalimat yang nonstandar itu, predikat kalimat dihilangkan. Seringkali pelesapan fungsi terjadi jika kita menjawab pertanyaan orang. Misalnya, Hai, Ida, mau ke mana?” “Pulang.” Sering kali juga kita menjawab “Tau.”untuk menyatakan ‘tidak tahu’. Sebenarnya, pĂ«mbedaan lain, yang juga muncul, tetapi tidak disebutkan di atas adalah Intonasi. Masalahnya, pembeda intonasi ini hanya ditemukan dalam ragam lisan dan tidak terwujud dalam ragam tulis.
2.1.4. Ragam Bahasa Keilmuan
            Menurut Sunaryo, (1994 : 1), bahwa dalam berkomunikasi, perlu diperhatikan kaidah-kaidah berbahasa, baik yang berkaitan kebenaran kaidah pemakaian bahasa sesuai dengan konteks situasi, kondisi, dan sosio budayanya. Pada saat kita berbahasa, baik lisan maupun tulis, kita selalu memperhatikan faktor-faktor yang menentukan bentuk-bentuk bahasa yang kita gunakan. Pada saat menulis, misalnya kita selalu memperhatikan siapa pembaca tulisan kita , apa yang kita tulis, apa tujuan tulisan itu, dan di media apa kita menulis. Hal yang perlu mendapat perhatian tersebut merupakan faktor penentu dalam berkomunikasi. Faktor-faktor penentu berkomunikasi meliputi : partisipan, topik, latar, tujuan, dan saluran (lisan atau tulis).
Partisipan tutur ini berupa PI yaitu pembicara/penulis dan P2 yaitu pembaca atau pendengar tutur. Agar pesan yang disampaikan dapat terkomunikasikan dengan baik, maka pembicara atau penulis perlu (a) mengetahui latar belakang pembaca/pendengar, dan (b) memperhatikan hubungan antara pembicara/penulis dengan pendengar/pembaca. Hal itu perlu diketahui agar pilihan bentuk bahasa yang digunakan tepat , disamping agar pesannya dapat tersampaikan, agar tidak menyinggung perasaan, menyepelekan, merendahkan dan sejenisnya.
Topik tutur berkenaan dengan masalah apa yang disampaikan penutur ke penanggap penutur. Penyampaian topik tutur dapat dilakukukan secara : (a) naratif (peristiwa, perbuatan, cerita), (b) deskriptif (hal-hal faktual : keadaan, tempat barang, dsb.), (c). ekspositoris, (d) argumentatif dan persuasif.
Ragam bahasa keilmuan mempunyai ciri :
(1) cendekia : bahasa Indonesia keilmuan itu mampu digunakan untuk
mengungkapkan hasil berpikir logis secara tepat.
(2) lugas dan jelas : bahasa Indonesia keilmuan digunakan untuk
menyampaikan gagasan ilmiah secara jelas dan tepat.
(3) gagasan sebagai pangkal tolak : bahasa Indonesia keilmuan digunakan dengan orientasi gagasan. Hal itu berarti penonjolan diarahkan pada gagasan atau hal-hal yang diungkapkan, tidak pada penulis.
(4) Formal dan objektif : komunikasi Ilmiah melalui teks ilmiah merupakan komunikasi formal. Hal ini berarti bahwa unsur-unsur bahasa Indonesia yang digunakan dalam bahasa Indonesia keilmuan adalah unsur-unsur bahasa yang berlaku dalam situasi formal atau resmi. Pada lapis kosa kata dapat ditemukan kata-kata yang berciri formal dan kata-kata yang berciri informal (Syafi’ie, 1992:8-9).
Contoh :
Kata berciri formal              Kata berciri informal
Korps                                                  korp
Berkata                                                bilang
Karena                                                 lantaran
Suku cadang                                         onderdil

2.2 Laras Bahasa
            Pada saat digunakan sebagai alat komunikasi, bahasa masuk dalam berbagai laras sesuai dengan fungsi pemakaiannya. Jadi, laras bahasa adalah kesesuaian antara bahasa dan pemakaiannya. Dalam hal ini kita mengenal iklan, laras ilmiah, laras ilmiah populer, larasfeature, laras komik, laras sastra, yang masih dapat dibagi atas laras cerpen, laras puisi, laras novel, dan sebagainya.
Setiap laras memiliki cirinya sendiri dan memiliki gaya tersendiri. Setiap laras dapat disampaikan secara lisan atau tulis dan dalam bentuk standar, semi standar, atau nonstandar. Laras bahasa yang akan kita bahas dalam kesempatan ini adalah laras ilmiah.

2.2.1 Laras llmiah
Dalam uraian di atas dikatakan bahwa setiap laras dapat disampaikan dalam ragam standar, semi standar, atau nonstandar. Akan tetapi, tidak demikian halnya dengan laras ilmiah. Laras ilmiah harus selalu menggunakan ragam standar.
          Sebuah karya tulis ilmiah merupakan hasil rangkaian gagasan yang merupakan hasil pemikiran, fakta, peristiwa, gejala, dan pendapat. Jadi, seorang penulis karya ilmiah menyusun kembali pelbagai bahan informasi menjadi sebuah karangan yang utuh. Oleh sebab itu, penyusun atau pembuat karya ilmiah tidak disebutpengarang melainkan disebutpenulis (Soeseno, 1981: 1).
Dalam uraian di atas dibedakan antara pengertian realitas dan fakta. Seorang pengarang akan merangkaikan realita kehidupan dalam sebuah cerita, sedangkan seorang penulis akan merangkaikan berbagai fakta dalam sebuah tulisan. Realistis berarti bahwa peristiwa yang diceritakan merupakan hal yang benar dan dapat dengan mudah dibuktikan kebenarannya, tetapi tidak secara langsung dialami oleh penulis. Data realistis dapat berasal dan dokumen, surat keterangan, press release, surat kabar atau sumber bacaan lain, bahkan suatu peristiwa faktual. Faktual berarti bahwa rangkaian peristiwa atau percobaan yang diceritakan benar-benar dilihat, dirasakan, dan dialami oleh penulis (Marahimin, 1994: 378).
Karya ilmiah memiliki tujuan dan khalayak sasaran yang jelas. Meskipun demikian, dalam karya ilmiah, aspek komunikasi tetap memegang peranan utama. Oleh karenanya, berbagai kemungkinan untuk penyampaian yang komunikatif tetap harus dipikirkan. Penulisan karya ilmiah bukan hanya untuk mengekspresikan pikiran tetapi untuk menyampaikan hasil penelitian. Kita harus dapat meyakinkan pembaca akan kebenaran hasil yang kita temukan di lapangan. Dapat pula, kita menumbangkan sebuah teori berdasarkan hasil penelitian kita. Jadi, sebuah karya ilmiah tetap harus dapat secara jelas menyampaikan pesan kepada pembacanya.
Persyaratan bagi sebuah tulisan untuk dianggap sebagai karya ilmiah adalah sebagai berikut (Brotowidjojo, 1988: 15-16).
1.Karya ilmiah menyajikan fakta objektif secara sistematis atau menyajikan aplikasi hukum alam pada situasi spesifik.
2. Karya ilmiah ditulis secara cermat, tepat, benar, jujur, dan tidak bersifat terkaan. Dalam pengertianjujur terkandung sikap etik penulisan ilmiah, yakni penyebutan rujukan dan kutipan yang jelas.
3. Karya ilmiah disusun secara sistematis, setiap langkah direncanakan
secara terkendali, konseptual, dan prosedural.
4. Karya ilmiah menyajikan rangkaian sebab-akibat dengan pemahaman dan alasan yang indusif yang mendorong pembaca untuk menarik kesimpulan.
5.  Karya ilmiah mengandung pandangan yang disertai dukungan dan
pembuktian berdasarkan suatu hipotesis.
6. Karya ilmiah ditulis secara tulus. Hal itu berarti bahwa karya ilmiah hanya mengandung kebenaran faktual sehingga tidak akan memancing pertanyaan yang bernada keraguan. Penulis karya ilmiah tidak boleh memanipulasi fakta, tidak bersifat ambisius dan berprasangka. Penyajiannya tidak boleh bersifat emotif.
7. Karya ilmiah pada dasarnya bersifat ekspositoris. Jika pada akhirnya timbul kesan argumentatif dan persuasif, hal itu ditimbulkan oleh penyusunan kerangka karangan yang cermat. Dengan demikian, fakta dan hukum alam yang diterapkan pada situasi spesifik itu dibiarkan berbicara sendiri. Pembaca dibiarkan mengambil kesimpulan sendiri berupa pembenaran dan keyakinan akan kebenaran karya ilmiah tersebut.

Berdasarkan uraian di atas, dari segi bahasa, dapat dikatakan bahwa karya ilmiah memiliki tiga ciri, yaitu :
a.   Harus tepat dan tunggal makna, tidak remang nalar atau mendua makna
b.   Harus secara tepat mendefinisikan setiap istilah, sifat, dan pengertian yang digunakan, agar tidak menimbulkan kerancuan atau keraguan
c.   Harus singkat, berlandaskan ekonomi bahasa.
Disamping persyaratan tersebut di atas, untuk dapat dipublikasikan sebagai karya ilmiah ada ketentuan struktur atau format karangan yang kurang lebih bersifat baku. Ketentuan itu merupakan kesepakatan sebagaimana tertuang dalam International Standardization Organization (ISO). Publikasi yang tidak mengindahkan ketentuan-ketentuan yang tercantum dalam ISO memberikan kesan bahwa publikasi itu kurang valid sebagai terbitan ilmiah (Soehardjan, 1997 : 10). Struktur karya ilmiah (Soehardjan, 1997 : 38) terdiri atas judul, nama penulis, abstrak, pendahuluan, bahan dan metode, hasil dan pembahasan, kesimpulan, ucapan terima kasih dan daftar pustaka. ISO 5966 (1982) menetapkan agar karya ilmiah terdiri atas judul, nama penulis, abstrak, kata kunci, pendahuluan, inti tulisan (teori metode, hasil, dan pembahasan), simpulan, dan usulan, ucapan terima kasih, dan daftar pustaka (Soehardjan, 1997 : 38).

2.2.2. Laras Ilmiah Populer
Laras ilmiah populer merupakan sebuah tulisan yang bersifat ilmiah, tetapi diungkapkan dengan cara penuturan yang mudah dimengerti. Karya ilmiah populer tidak selalu merupakan hasil penelitian ilmiah. Tulisan itu dapat berupa petunjuk teknis, pengalaman dan pengamatan biasa yang diuraikan dengan metode ilmiah. Jika karya ilmiah harus selalu disajikan dalam ragam bahasa yang standar, karya ilmiah populer dapat disajikan dalam ragam standar, semi standar dan nonstandar. Penyusun karya ilmiah populer akan tetap disebut penulis dan bukan pengarang, karena proses penyusunan karya ilmiah populer sama dengan proses penyusunan karya ilmiah. Pembedaan terjadi hanya dalam cara penyajiannya.
Seperti diuraikan di atas, persyaratan yang berlaku bagi sebuah karya ilmiah berlaku pula bagi karya ilmiah populer. Akan tetapi, dalam karya ilmiah populer terdapat pula persoalan lain, seperti kritik terhadap pemerintah, analisis atas suatu peristiwa yang sedang populer di tengah masyarakat, jalan keluar bagi persoalan yang sedang dihadapi masyarakat, atau sekedar informasi baru yang ingin disampaikan kepada masyarakat.
Jika karya ilmiah memiliki struktur yang baku, tidak demikian halnya dengan karya ilmiah populer. Oleh karena itu, karya ilmiah populer biasanya disajikan melalui media surat kabar dan majalah, biasanya, format penyajiannya mengikuti format yang berlaku dalam laras jurnalistik. Pemilihan topik dan perumusan tema harus dilakukan dengan cermat. Tema itu kemudian dikerjakan dengan jenis karangan tertentu, misalnya narasi, eksposisi, argumentasi, atau deskripsi. Secara lebih rinci lagi, penulis dapat mengembangkan gagasannya dalam berbagai bentuk pengembangan paragraf seperti pola pemecahan masalah, pola kronologis, pola perbandingan, atau pola sudut pandang.


2.3. Kelebihan dan Kekurangan Ragam Bahasa Tulis dan Lisan
2.3.1. Kelebihan ragam bahasa tulis  :
* Adanya penggunaan tanda baca dalam mengungkapkan ide
* Dapat digunakan untuk menyampaikan informasi
* Tidak terkait dengan kondisi dan waktu seperti ragam bahasa lisan.

2.3.2. Kelemahan ragam bahasa tulis  :
* Sering terjadi salah pengertian
* Perlu pemahaman bagi yang menerima
* Tidak dapat bertemu secara langsung

2.3.3. Kelebihan ragam bahasa lisan  :
* Bahasa lisan merupakan bahasa yang primer
* Dapat disesuaikan dengan situasi
* Bahasa lisan lebih ekspresif

2.3.4 Kelemahan ragam bahasa lisan  :
* Ragam lisan depengaruhi oleh waktu dan kondisi
* Apa yang dibicarakan belum tentu dapat dimengerti oleh pendengarnya



BAB III
PENUTUP

3.1. Kesimpulan
Ragam bahasa lisan dan ragam bahasa tulis bisa dibedakan dengan meihat cara penulisannya. Jika dalam kehidupan sehari-hari, ragam bahsa tulis perlu memperhatikan kaedah penulisan bahasa Indonesia yang baik dan benar, sdangkan dalam ragam bahsa lisan tidak perlu. Secara jelas ragam bahasa lisan adalah sesuatu yang disampaikan secara lisan, sedangkan ragam bahasa tulis merupakan sesuatu yang disampaikan melalui tulisan.

3.2. Saran
          Sebagaimana yang kita ketahaui ragam bahasa berdasarkan media tau sarananya terbagi menjadi dua yaitu: ragam bahasa tulis dan lisan dan kita sebagai generasi muda bangsa Indonesia harus bisa membedakannya.

DAFTAR PUSTAKA


  1. http://www.scribd.com/doc/
  2. http://fulldownload999.com/
  3. http://nindyauntari.blogspot.com/
  4. http://artdhysign.blogspot.com/
  5. http://www.debrianmiller.com/
  6. http://mialektri.blogspot.com/2010/10/makalah-ragam-bahasa.html
  7. http://id.wikipedia.org/wiki/Laras_bahasa



;;