Pengertian Wayang Potehi
Kata Potehi berasal dari kata Poo berarti kain, Tay (kantong), Hie (wayang). Secara lengkap istilah Po Te Hi memiliki arti wayang kantong atau boneka kantong. Cara memainkannya adalah dengan memasukkan jari tangan ke dalam kantong kain dan menggerakkannya sesuai dengan jalannya cerita. Jumlah orang yangmemainkan boneka ini ada 2 orang, masing-masing memegang 2 boneka. Dari keduaorang tersebut, satu orang adalah dalang inti, dan satu orang lagi asisten dalang.Dalang inti bertugas menyampaikan kisah atau lakon wayang. Sementara asistendalang bertugas membantu dalang inti menampilkan tokoh-tokoh sesuai cerita.Pertunjukan wayang Po Te Hi ini dibawakan secara serial. Ada kisah yang setelah tigabulan disampaikan baru selesai secara keseluruhan. Umumnya, wayang ini digelarpada pukul 15.00 hingga 17.00 dan pukul 19.00 hingga 21.00. Lakon yangdisampaikan pada masing-masing waktu berbeda. Misalnya, pada waktu siang digelar lakon Sie Bing Kwie (Kuda Wasiat), dan pada waktu malam lakon Ngoho Peng See (Lima Harimau Sakti).
Menurut dalang Thio Tiong Gie10 alias Teguh Candra Irawan (72 tahun), asal-usul wayang Potehi berasal dari kreatifitas 5 orang narapidana yang divonis mati padamasa dinasti Tsang Tian. Dari ke-5 orang tersebut, hanya satu orang yang tetap tabah, sementara 4 orang lainnya merasa sedih. Si tabah tadi berpendapat bahwa sebaiknya jangan memikirkan kematian saja, lebih baik bersenang-senang. Kemudian mereka membuat alat musik dari barang-barang yang ada. Misalnya tutup panci menjadi kecrek/gembreng, boneka dari sapu tangan. Mereka pun berhasil menciptakan sutu pertunjukan boneka dengan musik yang indah, yang mengisahkan kehebatan raja.Keberhasilan mereka didengar oleh raja, yang kemudian meminta mereka bermain di istana. Mereka pun dibebaskan dari hukuman mati, karena berhasil menghibur raja. Wayang Potehi ini lahir pertama kali di provinsi Hokkian. Lakon-lakon wayang Potehi yang sering dipentaskan adalah Sin Jin Kwie, Hong Kiam Cun Ciu, Cun Hun Cauw Kok, Poei Sie Giok, Loo Thong Sauw Pak. Lakon-lakon ini sebetulnya mirip dengan lakon kethoprak yang dikenal oleh masyarakat Jawa.11 Semisal, tokoh Lie Sie Bien adalah Prabu Lisan Puro, Sie Jin Kwie adalah Joko Sudiro, kerajaan Thai Toy Tong merupakan kerajaan Tanjung Anom, pangeran Thia Kauw Kiem adalah Pangeran Dono Wilopo, Jendral Ut Thi Kyong adalah Jendral Utoro.
Fungsi dari Wayang Potehi
Pertunjukan wayang Potehi berfungsi sebagai sarana ritual untuk memuja roh para leluhur. Ketika wayang ini digelar di Klenteng, sebetulnya mereka bermain untuk para dewa dan roh leluhur. Mereka tidak terlalu memperdulikan ada penonton atau tidak. Mereka akan terus bermain hingga cerita lakon yang telah dipilih selesai. Pertunjukan wayang Potehi mendapat bayaran sebesar Rp 7.000.000,00 (tujuh juta rupiah) untuk dalang, asisten dalang, pemain musik dan transpor pulang pergi dari kota asal mereka ke tempat tujuan. Setiap kali pertunjukan (sore dan malam) mereka mendapat bayaran sebesar Rp 700.000,00 (tujuh ratus ribu rupiah). Jumlah uang yang terkumpul akan mempengaruhi jumlah hari pagelaran. Makin banyak uang terkumpul, makin lama pagelaran wayang Potehi berlangsung (bisa mencapai 30 hari).
Perkembangan Wayang Potehi
Tahun 1970-an sampai tahun 1990-an bisa dikatakan masa suram bagi Wayang Potehi. Itu dikarenakan tindakan yang cenderung represif penguasa pada masa itu terhadap kebudayaan kebudayaan Tionghoa. Padahal nilai-nilai budaya yang dibawa serta oleh para keturunan Tionghoa sejak berabad-abad lalu telah tumbuh bersama budaya lokal dan menjadi budaya Indonesia. Dalam masa suram itu, wayang Potehi seolah mengalami pengerdilan. Sangat sulit menemukan pementasannya saat itu. Apalagi jika bukan karena sulitnya mendapat perizinan. Padahal jika diamati para penggiat Wayang Potehi sebagian besar adalah penduduk asli Indonesia. Bayangkan, betapa besar apresiasi mereka terhadap budaya yang bisa dikatakan bukan budaya asli Indonesia. Namun setelah orde reformasi berjalan, angin segar seolah menyelamatkan kesenian ini. Wayang Potehi bisa dipentaskan kembali dan tentu saja tidak dengan sembunyi-sembunyi.
sumber: wayang potehi.pdf
0 komentar:
Posting Komentar